Friday

SHALAWAT : Menolak Laknat atau Menjemput Rahmat

Dalam kehidupan sehari-hari, pendegaran kita sering menangkap lantunan syair yang memuji keberadaan Nabi Muhammad saw, shalawat itu dikumandangkan, tidak lain adalah bertujuan untuk mencari berkah, rahmat serta syafa’at yang dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw sebagai pemegang syafa’at pada hari kiamat kelak. Orang yang mulia bersama Nabi nanti pada hari kiamat adalah orang banyak membaca shalawat atas Nabi, sebagaimana hadits hasan gharib yang diriwayatkan oleh at-Timidzi

إن أولى الناس يوم القيامة أكثرهم علي الصلاة (الترمذى)
“Sesungguhnya paling utamanya manunsia adalah orang yang banyak membaca shalawat kepada ku”

Dalam pengertiannya shalawat atau shalat artinya do’a, Do’a yang dipanjatkan kepada Nabi dengan harapan sang pembaca do’a mendapat syafaatnya nanti pada hari kiamat. Karena Nabi pada dasarnya tidak membutuhkan do’a, tanpa do’a pun, Nabi tidak mempunyai kesalahan kepada Allah, berdasarkan sifat “ma’shum” yang dimiliki oleh seorang Nabi, membaca shalawat didasarkan pada Al-Qur'an Surat Ahzab:56

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.

Allah dan para malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad, dalam konteks Allah dan malaikat memberikan salam atau penghormatan kepadanya, terlebih lagi ummatnya sendiri, sudah selayaknya untuk memperbanyak shalawat atas Nabi yang telah membawa syari’at tersebut.

Kebenaran Al-Qur'an sudah tidak memberikan rasa keraguan sedikitpun, hal ini menunjukkan membaca berzaanji atau sirah Nabi dan bershalawat juga tidak ada alasan untuk mengatakan hal tersebut adalah bid’ah atau mengada-ada. Jika ada segolongan yang mengingkari keberadaan ayat tersebut diatas maka secara akidah ia berarti mengingkari keseluruhan Al-Qur'an,berdasarkan kaidah :”mengingkari sebagian isi Al-Qur'an berarti mengingkari keseluruhannya.” Sebagian golongan ada yang mengatakan bahwa membaca shalawat adalah bid’ah (mengada-ada) menurut hemat penulis, tidaklah bid’ah dan bukan tidak berdasar tetapi didasarkan pada sumber Al-Qur'an dan hadits itu sendiri.

Imam al-Qurtuby berpendapat, membaca shalawat itu wajib, berdasarkan kata perintah ( صَلُّوا) yang artinya ‘bershalawatlah’, amr tersebut menunjukkan wajib, sehingga Imam Al Qurtuby memperkuat pendapatnya:


“Shalawat serta salam (kepada anbi) dalam hal (kewajibannya) adalah seperti lafadz tauhid, Islam seseorang tidak sah sekikranya ia tidak pernah mengucapkannya”

Dalam tafsir Abu Su’ud dikatakan, bahwa dalam hal apapun manusia dituntut melakukan kepatuhan secara mutlak dalam mengerjakan perintah, entah mempunyai akibat baik atau buruk dalam perintah tersebut.

Shalawat yang dipanjatkan oleh hamba Allah berupa manusia berbeda dengan shalawat yang disampaikan oleh hamba Allah dari jenis malaikat, shalawat yang disampaikan oleh manusia adalah sebagai Pujian dan do’a, sedangkan shalawat yang disampaikan oleh malaikat berupa permohonan ampun dan shalawat yang disampaikan oleh Allah berarti menunjukkan pemberian rahmat kepada Nabi Muhammad saw.

Dalam kitab Nasha’ihul ibad di sana dikatakan, membaca dan menyebut orang ‘alim akan mendatangkan kejernihan hati, senada dengan pendapat yang dilontarkan oleh Imam Syafi’iy, bahwa, nyanyian atau lagu adalah perkataan biasa, apabila baik maka dinilai sebagai ucapan yangbaik. Nah, kalau kita tengok isi barzaanjiy yang isinya merupakan sejarah perjalanan Nabi, maka minimal dalam membacanya adalah mengenang dan mengingat sejarah kehidupannya, sebagai target minimal yaitu membeningkan hati. Dari sini berarti tidak ada ruang sedikitpun untuk membantah atau mengatakan bahwa membaca barzaanji adalah sebuah perbuatan bid’ah.

Dalil aqli yang mendasari hal tersebut adalah, jika kita ingin memperoleh dari sesuatu dari atasan maka, prosedur yang harus di lalui adalah lobi terhadap orang yang terdekat dengan atasan tersebut. Jika menginginkan bertemu presiden maka sebelumnya harus melakukan perjumpaan dengan orang terdekat dengan presiden, begitu juga ingin mendapat rahmat dari Allah maka harus melalui syafa’at rasulullah terlebih dahulu. Shalawat bisa mendatangkan rahmat dan menolak laknat sebagaimana judul dalam tulisan ini. Wassalam*)
َوتَكُوْنُ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ فِى ذَالِكَ كَاالتَّلَفُّظِ بِكَلِمَةِ التَّوْحِيْد ,حَيْثُ لآيَصِحُّ إِسْلاَمُ الْإِِِِنْسَانِ إِلَّا بِالنُّطْقِ بِهَا